Selasa, 14 April 2009

Ngaji dengan handphone

My Sony Ericsson 2

( Lanjutan )

Utek, suka utak atik, dengan fitur-fitur Sony Ericsson K310i yang lumayan banyak, penulis lakukan hampir tiap saat. Sekadar melihat/mendengar nada dering polyphonic, mencoba-coba kamera yang cuma berbasis kerja VGA ( gak tahu juga, apa itu VGA ) sampai membuka-buka internet.

Dari buka-buka internet ini kemudian penulis mengenal cara membuat situs melalui fasilitas blogspot. Dan mumpung ingat, terimakasih kepada Cak Fatih yang punya situs www.fatihsyuhud.com. Uraian Cak Fatih alhamdulillah bisa penulis pahami dan terapkan dalam membuat blog dengan URL http://gus-syif.blogspot.com/ juga http://nurulhuda-besuk.blogspot.com/. Dari bermain internet pula penulis kenal dengan www.blogger.com atau www.google.com juga www.gmail.com dan lain sebagainya.

Seneng juga internetan. Melihat-lihat bermacam informasi didalamnya. Sampai kemudian tiba-tiba pikiran tersadarkan oleh sebuah kenyataan, banyak benar informasi yang bisa didapat dari sebuah Sony Ericsson K310i manakala ia tersambung dengan Google. Jutaan Megabyt, bahkan jauh lebih besar lagi data dapat diperoleh melalui perangkat yang kapasitas memorinya sangat-sangat terbatas.Sony Ericsson K310i hanya memiliki kapasitas free memori internal berkisar 10 Megabyt.

Akan kenyataan ini penulis ingin menyambungkan dengan keteranganWak Ustadzdalam pengajian-pengajian di musholla tentang Imam Ghozaly yang sangat dikagumi. Kapasitas otak yang beliau miliki sangat besar. Bukan hanya Imam Ghozaly, tetapi paraUlama salaf rata-rata memiliki kapasitas yang amat besar dalam hal ilmu. Kapasitas yang jauh sangat tinggi dan ( menurut Wak Ustadz ) melampaui batas manusiawi.

Dalam kesempatan lain pula Wak Ustadz menyampaikan sebuah hadits riwayat Imam Bukhory dari Abu Hurairah RA. Rasululloh bersabda: Sesungguhnya Allah Ta’aalaa berkata, barangsiapa yang menyakiti wali-Ku maka sesungguhnya Aku mengumandangkan perang atasnya. Dan tidak berupaya mendekat seorang hamba kepada-Ku dengan apa yang Aku suka dari kewajiban-kewajiban yang Aku bebankan padanya. Dan tidak akan berhenti hamba-Ku mendekati-Ku dengan hal-hal nawafil sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya maka jadilah Aku telinga yang ia mendengar dengannya, mata yang ia melihat dengannya, tangan yang ia memukul dengan itu dan kaki yang ia gunakan berjalan Jika ia meminta niscaya Aku memberinya, dan jika ia memohon pertolongan niscaya aku menolongnya”.

Fakta yang kita temui, perangkat selular tertentu bisa disambungkan dengan mega server semacam google. Kita juga dapat menyatakan, berdasarkan keterangan Hadits Qudsy di atas, manusia yang telah telah demikian dekat dengan Allah diberi fasilitas yang amat sangat besar oleh-Nya.

Saat ponsel connect dengan internet ia dapat mengakses data yang tak terbatas besarnya. Demikian pula hamba yang connect dengan Al Khaliq, ia bisa saja mendapat pengetahuan dan kebaikan lainnya yang tidak terbatas dengan fadlol-Nya.

Tentang connect, mungkin hal tersebut relevan dengan penjabaran Syaikh Abdurrahman Ad Diba’iy atas diri Rasululloh: Pendengaran beliau menagkap derit pena ( di lauhul makhfudz ), penglihatannya menembus langit ke tujuh”. Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Akan halnya salafus sholih, pendekatan beliau-beliau terhadap Al Khaliq sangatlah istimewa. Dalam kesempatan berwudlu tidak kurang dari 26 poin do’a dipanjatkan. Demikian juga sesudah berwudlu. saat selesai adzan pula. Bahkan saat menunggu dilaksanakannya shalat berjamaah, munajat selalu beliau jalankan dengan kalimat-kalimat yang kita kenal sebagai pujian. Rangkaian tadi masih ditambah lagi dengan wirid dan istighotsah

Sebelum jama’ah shubuh pada umumnya beliau-beliau melantunkan pujian yang artinya: “Tiada tuhan selain Engkau hai Dzat yang Mahahidup dan terus-menerus mengurus makhluq-Nya. Wahai Dzat Yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan, matikan aku dalam keadaan Islam. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku selalu berada dalam kedzaliman.” Jikalau para salafus sholih melantunkan kalimah ini, penulis yakin bahwa hal tersebut adalah satu upaya yang sungguh-sungguh dalam mengetuk pintu kemurahan-Nya, dan bukan sekadar meramaikan suasana atau yang lebih rendah lagi.

Munajat? Poin-poin do’a dan kalimat yang dilafalkan para salafus sholih difahami maknanya, disadari tujuannya serta dimunculkan dengan penghormatan dan pengharapan yang tinggi. Memohon kepada Dzat Yang Maha Pemberi, mengadu kepada Dzat Maha Penolong dan merendah di hadapan Dzat Yang Maha Agung. Maka kemudian para salafus sholih pantas mendapatkan posisi connect secara terus menerus dengan Tuhan semesta alam. Dan bukanlah hal yang berlebih jika kita memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada beliau-beliau.

Bukan hanya kepada salafus sholih. Penulis juga memiliki penghargaan yang tinggi kepada mereka yang begitu dekat dengan salafus sholih. Bukan kedekatan fisik, tetapi kedekatan spiritual. Kedekatan yang menumbuhkan semangat al muhaafadhohalal qodiimis shoolih.

Tentang prinsip almuhaafadzoh kalimat lengkapnya memang berbunyi almuhaafadzohalal qodiimis sholih wal ahdzu biljadiidil ashlah. Menjaga kesalehan para pendahulu, menjaga hal-hal lama yang ( telah terbukti ) kemaslahatannya dan mengambil hal-hal baru yang lebih maslahat.

Penulis lebih sering hanya mengambil bagian depan karena ia merupakan hal yang paling awal dilakukan. Kesalehan dari apa yang telah dijalani para pendahulu telah memenuhi standar baku mutu dan sertifikasi. Perilaku beliau-beliau merupakan cerminan dari Al Qur’an dan As Sunnah. Pengetahuan beliau-beliau diperoleh dengan bimbingan ilahiyah. Menjaga kesalehan para pendahulu haruslah dikerjakan lebih awal untuk menjadi pondasi/dasar bagi langkah menapaki kemajuan.

Sedang al akhdzu biljadidil ashlah penulis pandang sebagai jalanan terjal nan licin. Banyak bahaya dan jebakan menghadang di sini. Tanpa bekal teguh memegang kesalehan para sesepuh langkah mengambil hal baru yang, dianggap, lebih maslahat seringkali berakhir pada munculnya mudlarrat. Yang paling umum mudlarrat dimaksud adalah rendahnya mutu akhlaq dan keberpalingan dari para ulama. Dua hal, rendahnya akhlaq dan berpaling dari ulama, merupakan pertanda besar akan datangnya kehancuran.

Pembahasan ini tidak boleh ngelantur. Maka penulis ingin segera mengakhirinya dengan menyimpulkan beberapa hal.

· Salafus sholih adalah pribadi-pribadi pilihan. Allah yang memilih beliau-beliau untuk menjadi kekasih bagi-Nya. Dipilih karena kecantikan / ketampanan ( keindahan ) yang memancar dari dalam hati beliau-beliau.

· Ulamasalaf adalah panutan. Kompetensi salafus sholih tentang keislaman melebihi ulama kholaf. Apalagi yang bukan ulama’. Apalagi ……………… ( silahkan diteruskan )

· Memposisikan salafus sholih sebagai panutan tentulah harus diikuti langkah riil membakukan perilaku beliau-beliau sebagai standar kompetensi, standar baku membangun moral kesantrian. Langkah ini sekaligus berarti sebagai langkah pelestarian.

Sebagai penutup, kita semua adalah khalifah yang dibebani amanah. Kelak pada saatnya kita akan dimintai pertanggung jawaban. Jika kita percaya akses dan koneksi bermanfaat dalam memudahkan suatu urusan, lalu kepada siapakah akses dan koneksi kita bangun sekarang ini untuk memudahkan urusan kita kelak di hadapan-Nya.

Shalawat yang dibaca setiap tahlil sesungguhnya mengadung peringatan bahwa manusia ada yang masuk golongan mereka yang dzakir (mau mengingat) dan ada pula golongan yang ghofil (hatinya terlena). Dimanakah kita? Allaahummakhsyurnaa ghodan fii zumrotil ashfiyaa’. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar